BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat
diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan
beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya.
Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi
kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke
jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang
menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran, maka pemerintah Islam
dipegang secara bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin affan,
dan Ali ibn Abi Thalib.
Khulafaurrasidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran
dan Islam sebagai institusi Negara, mulai tumbuh dan berkembang pada masa
tersebut. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para
pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk
menentukan sebuah hukum baru, namun mereka termasuk pelaksana hukum.
Pada makalah ini ditekankan pada pembahasan kilafah pada masa Abu Bakar dan
Umar bin Khattab yang dimulai sejak pengangkatanya sampai kontribusi-kontribusi
yang telah diberikanya untuk islam dan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Secara garis besar pembuatan makalah kami ini akan membahas tentang:
- Mengurai/menguak kembali tentang sejarah peradaban pada masa Abu Bakar dan masa Umar Bin Khattab.
- Proses-proses kebijakan pada kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
- Kontribusi-kontribusi Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang disumbangkan pada islam dan masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masa Khalifah Abu Bakar (11 – 13 H =
632 – 634 M)
1. Awal Pemerintahan Abu Bakar
Selama masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang ajalnya, dikatakan bahwa
Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya, banyak yang
menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya.
Segera setelah kematiannya (632 M), dilakukan musyawarah dikalangan para pemuka
kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu
Bakar sebagai pemimpin baru umat islam atau khalifah islam.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan.
Penunjukan Abu Bakar sebagai Khalifah adalah subyek yang sangat kontroversial
dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam islam dimana umat islam terpecah
menjadi kaum sunni dan syi’ah. Disatu sisi kaum syi’ah percaya bahwa seharusnya
Ali bin Abi Thalib yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan
Rasulullah sendiri, sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah menolak
untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Rasulullah
mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin, sementara muslim syi’ah
berpendapat berpendapat kalau Rasulullah dalam hal-hal terkecil seperti sebelum
dan sesudah makan, minum, tidur, dll, tidak pernah meninggalkan umatnya tanpa
hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terakhir, dan juga
banyak hadits di Sunni maupun Syi’ah tentang siapa khalifah sepeninggal Rasulullah
saw, serta jumlah pemimpin islam yang dua belas.
Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum
tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai’at) kepada
Abu Bakar dan dua Khalifah setelahnya (Umar dan Utsman). Kaum sunni
menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi
pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Dan Sementara kaum syi’ah menggambarkan
bahwa Ali melakukan bai’at tersebut secara pro forma, mengingat beliau berbaiat
setelah sepeninggal Fatimah istri beliau yang berbulan-bulan lamanya dan
setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan
krisis dan gawat. Yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan
terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang
masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama
(musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber
utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan
Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir.
2. Perang Riddah
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan
dab stabilitas komunitas dan negara islam saat itu muncul. Beberapa suku arab
yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada Khalifah baru dan sistem
yang ada. Beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak
agama islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk berhala. Suku-suku
tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen denan Nabi Muhammad dan dengan
kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Gerakan
riddat (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad jatuh
sakit. Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot
agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian
selatan sampai ke Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah
berada dalam keadaan terkepung. Gerakan riddat itu bermula dengan
kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad
SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa. Musailamah berasal dari suku
bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang kepala suku Bani Asad,
Sajah seorang wanita Kristen dari Bani Yarbu yang menikah dengan Musailamah.
Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi
agama Islam.
Abu Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus
berlanjut. Beliau memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian
beliau menghimpun para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas
batalion dengan komando masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat
di Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar mengajak mereka kembali pada Islam,
jika menolak maka harus perangi. Beberapa dari suku itu tunduk tanpa
peperangan, sementara yang lainnya tidak mau menyerah, bahkan mengobarkan api
peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan melawan mereka, dalam hal ini
Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan Tulaiha, dalam perang
Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang penuntut
kenabian yang paling kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi
mereka gagal menundukan Musailamah, kemudia Abu Bakar mengutus Kholid untuk
melawan nabi palsu dari Yaman itu. Dalam pertempuran itu Kholid dapat
mengahacurkan pasukan Musailamah dan membunuhnya dalam taman yang berdinding
tinggi, sehingga taman disebut “Taman Maut”
3. Pengumpulan
Ayat-Ayat Al-Qur’an.
Abu Bakar As Siddiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks
tertulis Al-Qur’an. Atas saran dan usul dari Umar bin
Khattab yang didukung oleh sahabat-sahabat lain, Abu Bakar mengumpulkan ayat
suci Al-Qur’an menjadi satu naskah (30 juz) dan dikerjakan oleh Zaid bin
Tsabit. Usul Umar itu atas dasar pertimbangan para penghafal wahyu banyak yang
gugur syahid di medan pertempuran dalam memerangi kaum penyeleweng, tidak
kurang dari tujuh ratus orang penghafal Al-Qur’an gugur, wahyu yang ditulis
pada daun-daun, kayu-kayu, tulang,tulang mudah rusak. Apabila penghafal wahyu
dan tulisan itu rusak, dikhawatirkan kemurnian Al-Qur’an akan hilang.
Abu Bakar As Siddiq lantas meminta Umar bin
Khattab untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur’an. Setelah lengkap koleksi
ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang
terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh
sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh
Hafsah, anak dari Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW.
Kemudian pada masa pemerintahan Ustman bin Affan koleksi ini menjadi
dasar penulisan teks al Qur’an hingga yang dikenal hingga saat ini.
4. Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana
dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu
Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari
musyawarah mufakat umat Islam. Denga terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah,
maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat
maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu
Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif
terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah,
Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.
Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban
kekhalifahannya yaitu:
- Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).
- Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
- Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
- Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya.
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada
prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.
- Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu akar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9). Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.
Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar
adalah:
1. Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam
kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana
Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang
dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka
bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan
penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu
peraturan.
2. Amanat Baitul Mal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan
masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu
kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang
telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang
menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
3. Konsep Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada
rakyat banyak dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat
untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara
kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah
(ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah ! orang yang
kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya.
Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat
mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan
Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.
4 Kekuasaan Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau
juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi
dari undangundang. Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti
rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.
5.
Wasiat Abu Bakar Terhadap Khalifah Umar
Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar ra
khawatir kaum muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan tidak
memperoleh kata sepakat. Maka Abu Bakar meminta pendapat para tokoh sahabat
mengenai penggantinya kelak. Setelah mengetahui kesepakatan mereka tentang
keutamaan dan kelayakan Umar R.a, beliau pun keluar menemui orang banyak seraya
memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih
penggantinya kelak. Kepada khalayak, Abu Bakar meminta agar mereka menunjuk
Umar Ra. sebagai Khalifah sepeninggalnya kelak. Mereka semua menjawab, “Kami
dengar dan kami taat.” Jadi penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah
berdasarkan keinginan Abu Bakar semata, akan tetapi merupakan hasil dengar
pendapat dan rekomendasi dari para tokoh sahabat. Jadi sekali lagi, ini
merupakan hasil syura dari Ahlul Halil wal ‘Aqdi. Adapun perkataan Abu Bakar
dihadapan khlayak adalah sebagai pengumuman hasil keputusan yang sah dan harus
dipatuhi oleh kaum muslimin.
B. Masa Khalifah Umar bin Khattab (13 – 23 H = 634 – 644 M)
1. Masa Awal Pemerintahan Umar bin Khattab
Sebelum Khalifah Abu Bakar wafat, beliau telah menunjuk Umar sebagai
pengganti posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari
kalangan sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman, dan Tolhah bin
Ubaidillah. Masa pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama 10 tahun 6
bulan, yaitu dari tahun 13 H/634M sampai tahun 23H/644M. Beliau wafat pada usia
64 tahun. Selama masa pemerintahannya oleh Khalifah Umar dimanfaatkan untuk
menyebarkan ajaran Islam dan memperluas kekuasaan ke seluruh semenanjung Arab.
2.Ahlu Al Halli Wal ‘Aqdi
Secara etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah lembaga penengah dan
pemberi fatwa. Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang
duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum
cerdik pandai (cendekiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih
atas mereka. Dinamakan ahlul hall wal aqdi untuk menekankan wewenang
mereka guna menghapuskan dan membatalkan. Penjelasan tentangnya merupakan
deskripsi umum saja, karena dalam pemerintahan Islam, badan ini belum dapat
dilaksanakan (Rahman, 1994 :194). Anggota dewan ini terpilih karena dua hal
yaitu: pertama, mereka yang telah mengabdi dalam Dunia politik, militer,
dan misi Islam, selama 8 sampai dengan 10 tahun. kedua, orang-orang yang
terkemuka dalam hal keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang
yurisprudensi dan Quran (Al Maududi, 1995:261).
Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang
disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah: Majelis
Syura (Diwan Penasihat), ada tiga bentuk :
Ø
Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri
dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman
bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair.
Ø
Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak
sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas
masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.
Ø
Dewan antara Penasihat Tinggi
dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya
membahas masalah-masalah khusus.
- Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
- Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.
- Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
- Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
- Departemen Pendidikan dan lain-lain (Ali Khan, 1978:122-123). Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya (Hasjmy , 1995:61-69).
3. Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik
Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas” Islam
dalam segala zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah
Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan
sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang
professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya dari sistem politik Islam. Ia
melaksanakan hukum-hukum Ilahiyah (syariat) sebagai code (kitab
undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak heran jika
ada yang mengatakan bahwa beliaulah pendiri daulah islamiyah (tanpa
mengabaikan jasa-jasa Khalifah sebelumnya). Banyak metode yang digunakan Umar
dalam melakukan perluasan wilayah, sehingga musuh mau menerima Islam karena
perlakuan adil kaum Muslim. Di situlah letak kekuatan politik terjadi. Dari
usahanya, pasukan kaum Muslim mendapatkan gaji dari hasil rampasan sesuai
dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk Diwanul Jund
(Majid, 1978:86). Sedangkan untuk pegawai biasa, di samping menerima gaji
tetap (rawatib), juga menerima tunjangan (al-itha’). Khusus untuk
Amr bin Ash, Umar menggajinya sebesar 200 dinar mengingat jasanya yang besar
dalam ekspansi. Dan untuk Imar bin Yasar, diberi 60 dinar disamping tunjangan (al-jizyaat)
karena hanya sebagai kepala daerah (al-amil).
Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap
dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk
Gubernur (oramg Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan roda
pemerintahan. Di antaranya adalah :
- Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.
- Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibu kota Mekkah.
- Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran, dengan ibu kota Basrah.
- Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibu kota Kufah.
- Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibu kota Fustat.
- Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibu kotai Jerussalem.
- Umair bin Said, Gubernur jazirah Mesopotamia, dengan ibu kota Hims.
- Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
- Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah (Suaib, 1979:185)..
Tentang ghanimah, harta yang didapat dari hasil perang Islam setelah
mendapat keme-nangan, dibagi sesuai dengan syariat Islam yang berlaku. Setelah
dipisahkan dari assalb, ghanimah dimasukkan ke baitul maal.
Bahkan ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam mengelola
harta tersebut, tidak seperti zaman Nabi yang membagi menurut ijtihad beliau.
Khalifah Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga
memperbaiki dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu
direvisi dan dirubah. Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem
pertanahan, bahwa kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu
yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu
harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini
diadakan pajak tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau kembali
bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya
(al-muallafatu qulubuhum).
Di samping itu, Umar juga mengadakan “Dinas Malam” yang nantinya
mengilhami dibentuknya as-syurthah pada masa kekhalifahan Ali. Disamping
itu Nidzamul Qadhi (departemen kehakiman) telah dibentuk, dengan hakim
yang sangat terkenal yaitu Ali bin Abu Thalib. Dalam masyarakat, yang sebelumnya
terdapat penggolongan masyarakat berdasarkan kasta, setelah Islam datang, tidak
ada lagi istilah kasta tersebut (thabaqatus sya’by). Kedudukan
wanita sangat diperhatikan dalam semua aspek kehidupan. Istana dan makanan
Khalifah dikelola sesederhana mungkin. Terhadap golongan minoritas (Yahudi-
Nasrani), diberikan kebebasan menjalankan perintah agamanya. Tidak ada
perbedaan kaya-miskin. Hal ini menunjukkan realisasi ajaran Islam telah nampak
pada masa Umar.
Mengenai ilmu keislaman pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama
menyebarkan ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun
mengajarkannya kepada muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan
sebelum Islam datang, dimana penduduk Arab, terutama Badui, merupakan
masyarakat yang terbelakang dalam masalah ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta
ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.
Di samping ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil (imarah
madaniyah), bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan
militer (imarah harbiyah), mengalami kemajuan yang cukup pesat pula.
Kota-kota gudang ilmu, di antaranya adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah
seakan menjadi idola ulama dalam menggali keberagaman dan kedalaman ilmu
pengetahuan.
Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yaitu :
- Al ulumul islamiyah atau al adabul islamiyah atau al ulumun naqliyah atau al ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan (lughat), fikih, dan sejarah (tarikh).
- Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah (retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat pada masa permulaan Islam.
- Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, tehnik, falak, dan filsafat.
Pada saat itu, para ulama berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan
karena:
Ø
Mereka mengalami kesulitan memahami
Al Qur’an
Ø
Sering terjadi perkosaan terhadap hukum.
Ø
Dibutuhkan dalam istimbath (pengambilan)
hukum.
Ø
Kesukaran dalam membaca Al Qur’an.
Oleh karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa
itu didorong oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu
pengetahuan. Apabila ada orang menyebut, “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa
permulaan Islam, berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.
Dalam masaklah peradilan Umar bin Khattamb melimpahkan wewenang kepada
haikm daerah yang ditunjukan melalui, surat yang Beliau kirim kepada Abu Musa
Al-Asy’ari (hakim Kufah) yang isinya mengandung pokok-pokok atau
prinsip-prinsip berperkara di persidangan dalam lingkungan peradilan. Isi surat
tersebut adalah:
§
Memutuskan perkara di pengadilan
adalah kewajiban yang harus dikokohkan dan sunah yang harus diikuti.
§
Sebelum sebuah perkara diputuskan, ia harus
dipahami terlebih dahulu agar (hakim) dapat bertindak adil. Sesungguhnya
berbicara keadilan tanpa ditegakkan, tidaklah bermanfaat.
§
Pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan
sama, baik dalam persidangan maupun dalam menetapkan keputusan, sehingga
pejabat tidak mengharap menang (karena ketidak adilan peradilan) dan
orang-orang lemah tidak putus asa dalam memperjuangkan keadilan.
§
Alat bukti dibebankan kepada
penggugat, sedangkan sumpah dibebankan kepada pihak tergugat. Kelima, damai
–sebagai jalan keluar dari persengketaan- dibolehkan selama tidak menghalalkan
yang haram atau mengharamkan yang halal.
§
Berilah waktu kepada penggugat untuk
mengumpulkan alat-alat bukti; dan persengketaan diputuskan harus berdasarkan
alat-alat bukti.
§
Hakim harus berani mengakui kesalahan
apabila ternyata dalam keputusannya terdapat kekeliruan (prinsip peninjauan
kembali).
§
Kesaksian seorang muslim dapat
diterima kecuali muslim yang pernah memberikan kesaksian palsu, pernah dijatuhi
hukuman had, atau yang asal-usulnya diragukan. Kedelapan, seorang hakim
dibenarkan melakukan analogi (qiyas) dalam memutuskan perkara apabila
perkara yang hendak diselesaikan tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Dalam proses menyelesaikan dan memutuskan perkara, hakim tidak boleh dalam
keadaan marah, berpikiran kacau (goyah), jemu, bersikap keras, dan hendaklah
memutuskan perkara dilakukan dengan ikhlas hati dan berharap pahala dari Allah
SWT
Dalam masa kekhalifahannya pula, Umar bin Khatab telah membuat masyarakat
semakin makmur. Umar memperlihatkan kegeniusan dalam mengatur administrasi
sipil. Setiap negeri dibagi menjadi propinsi-propinsi, pendataan tanah dan
sensus diadakan, kantor-kantor didirikan,angkatan kepolisian disusun,
saluran-saluran digali, kas negara dimulai. Kalender Hijriyah yang sangat
membantu pencatatan sejarah juga mulai dikenalkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan
kerusuhan oleh kaum riddat yang
demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan diseluruh
semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami
suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan
agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah-naskah setiap
ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris)
yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan
keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah.
Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang
agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan
Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut
merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan
Khalifah-Khalifah penerusnya.
Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi
khalifah yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Periode kekhalifahan Umar tidak
diragukan lagi merupakan “Abad Emas” Islam dalam segala zaman. Khalifah
Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap
kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin
biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional.
Pada masa pemerintahan beliau, banyak wilayah-wilayah yang telah ditaklukan
Islam, misalnya dikawasan barat, Islam berhasil menaklukan Damaskus, wilayah
pantai Syam, Mesir, Libya. Sedangkan dikawasan sebelah timur, Islam telah
menaklukan Madain, Jalawla’, Nahawand dan ke berbagai wilayah Persia. Selain
itu juga beliau berhasil dalam hal pemerintahan negara, ilmu keislaman, system
pertahanan dan lain sebagainya.
Gagasan Umar mengenai prinsip peradilan dapat dijadikan dasar untuk
menjadikan Umar sebagai “Bapak Peradilan”. Khalifah Umar telah
memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan, dan hari kematiannya sangat tragis,
Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerangnya dengan tikaman pisau tajam ke arah
Umar yang sedang melaksanakan shalat subuh.
B. Saran
Perlu dipahami bahwa suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh dengan
tantangan. Sebagai seorang Muslim hendaklah menghadapinya dengan tanpa putus
asa, penuh kesabaran, kebijakan dan ketentraman hati, juga memohon kepada-Nya
serta lebih mempererat ukhuwah Islamiyyah, agar tercipta suatu tatanan
masyarakat yang aman, damai, sentosa dan sejahtera dengan persatuan dan
kesatuan yang kokoh.
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa makalah
kami masih banyak kekeliruan, untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran dari
para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua, aamiin,,,
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment